Kondisi Organik Indonesia
14 Februari 2025
Produk organik di Indonesia mulai diperkenalkan di sekitar tahun 2009-2010. Pada saat itu banyak yang mencibir bahwa tanaman terbiasa menggunakan pupuk dan pestisida sintetis demikian juga tanah. Bahkan penggunaannya sudah mulai melebihi ambang batas dengan ditandai kondisi tanah sudah kurang gembur.
Perlahan tapi pasti, kesadaran dan kepedulian terhadap lingkungan para petani semakin meningkat ditandai dengan munculnya beberapa petani pemilik lahan mulai mengubah sistem tanam. Semula menggunakan pupuk urea diubah menjadi pupuk kandang/kompos dan pestisida berangsur di ganti menjadi pestisida nabati hasil racikan petani organik berdasarkan coba coba dilapangan.
Dan kemudian muncullah lembaga sertifikasi organik yang ada di Indonesia dan di luar negeri. Keberadaan lembaga sertifikasi organik tersebut untuk memantau, mengawasi dan melegalkan sistem tanam secara organik dengan adanya sertifikat organik.
Dengan banyaknya lembaga sertifikasi organik yang ada di Indonesia pasti hanya beberapa lembaga yang diakui, dipercaya validasinya apalagi dipercaya oleh luar negeri. Lembaga sertifikasi organik yang kredibel tersebut antara lain:
- PT Sucofindo (Persero) – Sbu Sertifikasi & Eco Fra ( LSO-001-IDN )
- Lembaga Sertifikasi Organik MAL ( LSO-002-IDN )
- INOFICE ( LSO-003-IDN)
- Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan ( LSO-004-IDN )
- LeSOS ( LSO-005-IDN )
- BIOCert Indonesia ( LSO-006-IDN )
- PT. Icert Agritama Internasional (LSO-009-IDN)
- Sustainable Development Services (SDS) Indonesia (LSO-008-IDN)
Sumber: jurnal agro; Internet
Beberapa logo organik yang biasanya ada di kemasan produk organik seperti terlihat dibawah ini:
Ada beberapa kendala yang dihadapi petani organik banyak yang tidak beralih ke pola tanam organik, antara lain:
- Butuh proses dan waktu untuk menormalkan pH dan unsur hara tanah yg bertahun-tahun menggunakan pupuk sintetis.
- Hasil panen dengan pola tanam organik sangat jauh alias tidak sesuai harapan dengan pola tanam yang sudah berjalan. Contohnya tanam biasanya 1000m² menghasilkan 1 ton padi, jika tanam organik kurang dari 1 ton.
- Jualnya panen organik susah, tdk semudah panen biasa.
- Hasil panen organik lebih mudah rusak.
Kendala tersebut sebenarnya bisa dan mudah untuk diselesaikan hanya butuh kesabaran dalam berproses peralihan dari pola tanam biasa ke pola tanam organik. Kendala tersebut diatas bisa kami rangkum berdasarkan pengalaman petani organik yang rutin suplai ke Pondok Alam.
- Proses peralihan menormalkan pH dan unsur hara tanah dari pola tanam biasa ke pola tanam organik biasanya butuh waktu ±6 bulan, tergantung kondisi tanah dan lingkungan sekitar lahan pertanian. Setelah kondisi tanah sudah normal dan unsur hara (ditandai dg banyaknya cacing tanah) maka hasil panen organik pasti pulih bahkan bisa meningkat lebih banyak lagi
- Hasil panen organik jika sudah dapat pasar pasti lebih mudah laku bahkan lebih menjanjikan. Apalagi sekarang Internet mudah diakses oleh siapa saja, jadi bisa iklan hasil panen organik ke media sosial.
- Hasil panen organik memang lebih mudah rusak karena tidak ada residu kimia sintetis yg menempel di hasil panen organik namun lebih sehat untuk dikonsumsi.
Setelah mulai banyak yg peduli dengan pola hidup sehat akhirnya permintaan akan produk organik meningkat namun suplai hasil panen organik tidak mencukupi, hal itulah yang memicu harga panen organik lebih mahal beberapa kali lipat dari panen biasa. Dengan kondisi seperti itu dan semakin murah kuota internet, banyak petani yang merubah pola tanam menjadi organik.
Dengan booming nya produk organik, maka perlu dilakukan pengawasan produk organik oleh lembaga independen yang kredibel seperti lembaga yang telah diinformasikan diatas. Namun dari sekian banyak petani yang tergabung dalam gapoktan (gabungan kelompok tani) yang berkelompok untuk melakukan sertifikasi organik, ada beberapa petani organik yang tidak bisa ikut sertifikasi. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, antara lain:
- Lahan sawah yang terpisah dari gapoktan yang disertifikasi.
- Lahan sawah organik perseorangan berada diantara sawah sawah biasa, sehingga jika hendak disertifikasi kemungkinan besar gagal.
- Biaya sertifikasi yang lumayan besar / mahal untuk seorang petani yang sudah menerapkan pola tanam organik.
Karena hal tersebut akhirnya produk organik yang beredar di pasaran jadi kurang terkendali. Untuk produk yang kemasan nya sudah ada nomor register dengan kode LSO-xxx-IDN-yyy (xxx merupakan nomor kode lembaga sertifikasi, yyy merupakan nomor sertifikasi yang dikeluarkan oleh lembaga tsb) tidak begitu masalah bagi konsumen, karena antara produsen (gapoktan organik tersertifikasi) dan distributor sudah ada MOU yang mengikat secara hukum tentang pengedaran nomor register. Yang jadi permasalahan adalah untuk distributor yang tidak mencantumkan nomor register karena hal berikut:
- Distributor mengambil beras organik dari petani organik mandiri yang tidak tergabung dalam gapoktan organik.
- Distributor mengambil beras organik dari gapoktan organik tersertifikasi namun tidak ada MOU sehingga dilarang menampilkan nomor register organik.
- Distributor mengambil beras organik dari gapoktan organik tersertifikasi namun tidak ada MOU dan tidak menampilkan nomor register organik karena dikhawatirkan nomor tersebut disalahgunakan oleh pihak lain yang tidak bertanggung jawab.
Karena mengantisipasi penyalahgunaan nomor register organik (pada poin C), biasanya kemasan produk organik sudah tidak ditampilkan oleh distributor.
Untuk itu konsumen produk organik wajib jeli dan teliti saat membeli produk organik. Yang harus dilakukan konsumen menghadapi kondisi tersebut antara lain:
- calon konsumen membeli produk organik di toko atau penjual yang sudah terpercaya dengan cara melihat review/ulasan dan rating (bintang) yang diberikan konsumen yang sudah membeli produk organik seller tersebut baik itu melalui marketplace (shopee, tokopedia, blibli, lazada, bukalapak, dll), media sosial (Instagram, tiktok, X, Facebook, dll), ataupun pesan langsung (gmap, Whatsapp, telegram, dll)
- calon konsumen produk organik bisa membedakan mana organik dan mana yg biasa. Cara membedakannya sebagai berikut:
- Produk organik lebih mudah rusak. Hal tersebut dikarenakan posisi produk ditaruh pada kondisi ruang yang seperti apa, apakah lembab, kering, basah, kedap udara, atau bagaimana.
- Produk organik mudah diserang binatang perusak (beras oleh kutu, ikan dan daging oleh lalat, buah dan sayur oleh ulat, dll) hal ini dikarenakan produk organik tidak terdapat residu kimia sintetis yang membahayakan.
- Produk organik (seperti beras organik) tidak mudah basi saat matang, dan enak/segar saat dimakan
- Produk organik (untuk buah) rasanya lebih segar jika langsung dikonsumsi dan manisnya buah lebih terasa.
- Produk organik (untuk gula, semacam gula tebu organik) manisnya sudah terasa meskipun hanya sepucuk sendok teh di seduhan secangkir teh hangat.
Itulah beberapa sharing yang bisa kami sampaikan, semoga bermanfaat.
Baca juga
Bio-Indikator: Pengertian, Fungsi, dan Contoh dalam Lingkungan
Arrowroot Starch: Manfaat, Kegunaan, dan Cara Menggunakannya.
Organik Indonesia
Mengenal Beras Hitam: Kandungan Gizi, Manfaat, dan Cara Mengonsumsi
Manfaat Beras Pandanwangi untuk Kesehatan dan Cara Mengonsumsinya
Beras Coklat vs Beras Putih: Mana yang Lebih Sehat?